Gaji GTT-PTT Lebih Rendah dari Pesapon
https://banyuwanginews1.blogspot.com/2017/05/gaji-gtt-ptt-lebih-rendah-dari-pesapon.html
Seorang honorer membawa serta anaknya dalam hearing di kantor DPRD Banyuwangi, kemarin.
BANYUWANGI – Honor guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT)
kategori dua (K2) lebih rendah jika dibandingkan tenaga harian lepas
(THL) pesapon Pemkab Banyuwangi. Hal ini terungkap dalam rapat dengar
pendapat (hearing) antara guru GTT dan PTT di ruang rapat khusus DPRD
Banyuwangi, Selasa siang kemarin (9/5).
Ratusan GTT dan PTT mendatangi gedung wakil rakyat mulai pukul
13.00. Mereka datang dari seluruh penjuru Banyuwangi dengan naik motor
dan rombongan kendaraan roda empat. Perwakilan GTT diterima langsung
oleh Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Joni Subagio dan sejumlah komisi di
DPRD Banyuwangi.
Ketua forum Honorer K2 lndonesia (FHK2I) Subhan mengatakan, selama tahun 2013 lalu,
baru kali ini pihaknya bisa menjalin silaturahmi langsung dengan DPRD
Banyuwangi. Kedatangannya untuk meminta bantuan kepada DPRD untuk
bersama mengirimkan petisi terkait revisi ASN.
Karena melalui revisi ASN itulah salah
satu pintu ceah untuk mendapatkan kejelasan nasib status GTT dan PTT.
“Sampai saat ini GTT yang terdata berjumlah 1.126 orang anggota,”
ungkapnya.
Melalui pertemuan itu, dia berharap agar
DPRD dan instansi terkait mau memperjuangkan nasib GTT dan PTT. Karena
sejauh ini GTT dan PTT telah berjuang dan ikut mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Subhan menuturkan, saat ini honor GTT
dan PTT bervariasi, mulai dari Rp 250 hingga Rp 600 ribu, tergantung
besaran Biaya Operasional Sekolah (BOS). Honor sebesar itu dinilai masih
jauh dari kehidupan layak.
“Kami minta ada kebijakan pemerintah
untuk ikut memikirkan nasib dan honor GTT dan PTT, tidak hanya sekadar
memberikan angin segar saja,” katanya. Selama ini, GTT dan PTT hanya
menerima insentif selama tiga bulan sekali.
Honor tersebut habis untuk menutupi
utang yang telah dipinjam. “Semoga usai pertemuan ini ada upaya untuk
meningkatkan honor GTT dan PTT mendekati sejahtera,” terangnya. Hingga
kini GTT masih dihantui ketakutan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK)
secara langsung dengan adanya Permendikbud No 8 tahun 2017, karena
mengisyaratkan bagi GTT dan PTT harus ada SK penugasan dari pemerintah
daerah.
“Semoga ada upaya yang baik agar tidak
perlu SK penugasan, karena alurnya sangat ribet harus sampai ke
Sekretariat Negara (Setneg),” beber lelaki yang juga guru SMPN 5
Banyuwangi itu.
Dalam pertemuan yang yang dihadiri
Sekretaris Dinas pendidikan dan perwakilan Badan Kepegawaian Daerah
(BKD) Banyuwangi itu, salah seorang perwakilan GTT, Anis Ahodia juga
sempat menangis di hadapan peserta rapat.
“Kami sudah lelah, nggak tahu kemana
kami harus mengadu akan kejelasan nasib kami,” ujar Anis sambil
tersedu-sedu. Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat itu, Khusnan
Abadi ketua komisi III DPRD yang membidangi anggaran mengatakan, jika
selama ini guru sebagai pendidik masih belum menerima honor yang layak,
karena gaji guru honorer lebih tinggi dibanding pesapon.
GTT hanya menerima honor Rp 315 ribu
perbulan dan diserahkan setiap tiga bulan sekali Sementara THL pesapon
honornya mencapi Rp 1 juta per bulannya. Hal itu dinilai kurang memiliki
rasa keadilan, karena guru memiliki beban kerja dan tanggung jawab yang
sangat besar dalam upaya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ditambah jam kerja guru juga lebih dari
enam jam, justru honornya masih kalah dengan THL pesapon yang beban
kerjanya cukup ringan dan waktu kerjanya kurang dari empat jam setiap
harinya.
“Kami serius akan memperjuangkan nasib
GTT dan PTT, agar bisa menerima honor yang lebih layak dan pantas,”
terang politisi PKB itu. Dukungan itu juga mengalir dari anggota komisi
III DPRD, Sahlan.
Menurut dia, guru adalah garda terdepan
pembangunan dan peninjauan sumber daya manusia, oleh karenanya
kesejahteraan tentu harus diperhatikan. “Kita akan analisa beban kerja
pegawai disesuaikan dengan keuangan daerah. Jika beban kerja ringan,
maka honornya juga disesuaikan,” jelas politisi muda dari Partai Golkar
itu.
Dalam hearing yang berlangstung hampir
dua jam itu, DPRD akhirnya memutuskan dua rekomendasi. Pertama,
lembaga DPRD akan berkirim surat kepada Presiden, tembusan kepada
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Pendayagunaan dan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Menteri Dalam Negeri, serta
kepada masing-masing komisi di DPR RI mengenai percepatan revisi
undang-undang ASN, agar mempertimbangkan nasib guru honorer.
Rekomendasi kedua, DPRD Banyuwangi
melalui Badan Anggun bersama instansi dan dinas terkait akan
memperjuangkan dan meningkatkan honor GTT dan PTT dengan nilai
kepantasan atau layak.
“Akan kami kawal serius dan perjuangkan
nasib guru honorer agar layak, minimal mendekati sejahtera,” terang
Sahlan. Usai menggelar hearing di ruang rapat khusus itu, Wakil Ketua
DPRD Joni Subagio didampingi anggota DPRD menyampaikan langsung di
hadapan ratusan GTT dan PTT.
Dua rekomendasi dalam pertemuan itu
disambut haru dan kucuran air mata oleh ratusan guru. Mereka menaruh
harapan besar, rekomendasi DPRD itu bisa memperjelas akan nasib mereka
di masa mendatang.
“Kami sudah puluhan tahun mengabdi dan
mengajar, semoga rekomendasi ini benar-benar awal yang menggembirakan,”
tandas Adi Slamet, salah satu guru asal Rogojampi. (radar)
Posting Komentar