Lebaran Jadi Imam dan Khatib di Taiwan
https://banyuwanginews1.blogspot.com/2017/06/lebaran-jadi-imam-dan-khatib-di-taiwan.html
HARI sudah mulai sore. Jarum jam
menunjukkan pukul 16.00. Puluhan warga berkumpul di sebuah rumah dengan
berpakaian baju koko lengkap mengenakan sarung dan songkok. Sementara
ibu-ibu juga mengenakan busana muslim dan berkerudung.
Mereka
tampak akrab. Perbincangan sore itu benar-benar hangat dan semakin
mempererat hubungan antar keluarga. Sore itu, Ustad Ghofar-panggilan
akrabnya-sedang menggelar tasyakuran Bani Lazim. H. Mohammad Lazim
adalah nama ayah kandung Ustad Ghofar.
Orang tua, remaja, dan anak-anak ikut
bergembira dan larut dalam pertemuan akbar tersebut. Pertemuan Bani
Lazim tersebut bukan kali pertama diselenggarakan, melainkan sudah rutin
dilaksanakan pada 23 Ramadan setiap tahunnya.
“Khusus
setiap 23 Ramadan, saya tidak menerima undangan pengajian. Karena tepat
dengan tasyakuran hari kelahiran saya,” ungkap Ustad Ghofar. Dalam
pertemuan Bani Lazim itu, secara khusus dia memberikan tunjangan hari
raya (THR) pada seluruh keluarga dan kerabat.
Tunjangan
itu berupa uang tunai, sarung, mukena, hingga kebutuhan Lebaran lainnya
seperti sembako dan kue. Pertemuan kemarin bukan hanya dihadiri
keluarga besar Bani Lazim. Yang menarik, Laskar Santri Nusantara (LSN)
yang tak lain adalah putra kiai-kiai di Banyuwangi, juga ikut hadir.
Acara ditutup dengan buka puasa bersama.
“Cucu dari ibu saya saja ada sekitar 70
orang,” kata Ustad Ghofar. Aktivitas Ustad Ghofar memang tak pernah sepi
dari mengisi pengajian dan berdakwah dari masjid ke masjid. Memberikan
siraman rohani adalah sebuah amanah yang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggungjawab dan istiqomah.
Karena
padatnya jadwal kegiatan pengajian selama bulan Ramadan itu, alumni
Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Karangdoro, Tegalsari ini tidak
pernah berbuka puasa bersama keluarga di rumah.
Gara-gara
tidak pernah berbuka puasa di rumanya dia mendapat predikat kiai jarum
super. Artinya jarang di rumah suka pergi. “Selama sebulan penuh,
kegiatan mengisi pengajian itu sudah kami jadwal tiga bulan sebelum
bulan Ramadan tiba,” ujarnya.
Selama
bulan Ramadan, kegiatan dakwah justru lebih padat. Ceramah tersebut ada
yang dilakukan selepas salat subuh, ada pula menjelang waktu berbuka
puasa. ” Dalam sebulan full, tidak hanya di wilayah Banyuwangi, tapi
juga ke Jember, Lumajang, Situbondo, Bondowoso dan Bali,” cetusnya.
Untuk
menjaga stamina tubuhnya agar tetap fit, putra pasangan suami-istri
(alm) H. Muhammad lazim dan Siti Fatimah, 95, itu rutin mengonsumsi
“dulor” alias madu dan telur ayam kampung. Ramuan dulor diminum jika
kondisi badan sudah mulai drop.
Disisi
lain, juga ada sebuah amalan batiniyah, yakni doa khusus yang
diwariskan oleh (alm) KH. Muchtar syafaat Abdul Ghofur. Amalan itu
dibaca rutin selepas menunaikan salat maghrib dan subuh setiap harinya.
Hingga
hari ini, Ustad Ghofar sangat bersyukur lantaran ibu kandungnya Siti
Fatimah masih diberikan umur panjang. “Di usia yang senja itu, ibu
kandung saya masih rutin menghatamkan Alquran setiap seminggu sekali,
tanpa mengenakan kacamata,” kata Ustad Ghofar.
Saking
kondangnya dalam memberikan ceramah agama yang diselingi dengan
joke-joke segar, Ustad Ghofar mendapat undangan dari para tenaga kerja
Indonesia (TKI) asal Banyuwangi di luar negeri. Lebaran nanti dia di
dapuk menjadi khatib dan imam salat Idul Fitri di taiwan. “Baru kali ini
saya Lebaran di luar negeri,” terang suami H. Mutoharoh ini.
Dalam
setiap ceramahnya, Ustad Ghofar tidak lupa menyelipkan pesan
perdamaian. Karena belakangan, kondisi Islam kerap dipecah-belah dengan
isu terorisnte dan radikalisme. Sebagai langkah nyata, dia juga
mempelopori terbentuknya Laskar Santri Nusantara (LSN) untuk menjadi
pilar dan garda terdepan dalam mengantisipasi terorisme dan radikalisme.
“Islam
itu agama rahmatan lil`alamin. Artinya Islam merupakan agama yang
membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk
hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia,” tandasnya. (radar)
Posting Komentar