Pajak Hiburan Bisa Naik 75 Persen
https://banyuwanginews1.blogspot.com/2017/04/pajak-hiburan-bisa-naik-75-persen.html
BANYUWANGI – Panitia Khusus (Pansus) Revisi Perda Pajak Daerah DPRD
Banyuwangi tengah mengkaji kemungkinan peningkatan tarif pajak daerah di
Bumi Blambangan. Peningkatan tersebut bisa diterapkan lantaran
Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan tarif pajak daerah
maksimal mencapai 75 persen.
Salah satu jenis pajak daerah yang
berpotensi mengalami peningkatan tarif adalah pajak hiburan. Menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak hiburan adalah pajak atas
penyelenggaraan hiburan.
Hiburan yang dimaksud meliputi semua
jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang
dinikmati dengan dipungut bayaran. Pada UU 28 Tahun 2009 tentang pajak
dan retribusi daerah tersebut diatur, tarif pajak hiburan ditetapkan
paling tinggi sebesar 35 persen.
Khusus untuk hiburan berupa pergelaran
busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, kelab malam, permainan
ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat
ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen.
Khusus hiburan kesenian
rakyat/tradisional tarif yang ditetapkan paling tingi sebesar sepuluh
persen. Sementara itu, pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2011
tentang pajak daerah, tarif pajak hiburan, khususnya kontes kecantikan
dan sejenisnya dikenakan tarif 35 persen.
Begitu pula dengan tarif pajak diskotek,
kelab malam, dan sejenisnya, juga sebesar 35 persen. Tarif yang relatif
ti nngi, yakni sebesar 35 persen juga dikenakan untuk panti pijat,
refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran alias fitness center.
Sedangkan tarif pajak karaoke “dipatok” sebesar 10 persen.
Selain itu, tarif pajak pertunjukan
sirkus dan sulap sebesar 15 persen, permainan billiar 25 persen, serta
pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan sebesar 15
persen.
Selain beberapa jenis pajak tersebut,
tarif yang ditentukan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2011 sudah sesuai dengan
UU Nomor 28 Tahun 2009. Contohnya pajak hotel sebesar sepuluh persen
dan pajak restoran sebesar 10 persen.
Ketua Pansus Revisi Perda Nomor 28 Tahun
2009 DPRD Banyuwangi, Sofiandi Susiadi, mengatakan pihaknya telah
melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait raperda tersebut.
Menurut dia, latar belakang pengajuan
revisi perda oleh eksekutif adalah adanya pembatalan Mendagri. “Tetapi
intinya, pembatalan oleh Kemendagri itu dilakukan untuk menyesuaikan
peraturan yang ada, juga untuk menyesuaikan dengan situasi keuangan
daerah,” ujarnya kemarin (20/3).
Sofiandi menambahkan, pihak legislatif
selama ini mendorong agar pendapatan asli daerah (PAD) terus meningkat.
Nah, selain optimalisasi potensi pajak daerah yang selama ini belum
ditarik, upaya peningkatan PAD juga diperlukan sokongan melalui perda).
“Jadi, asal tidak menabrak UU, tarif
pajak daerah di Banyuwangi bisa dinaikkan,” kata politikus Partai
Golongan Karya (Golkar) tersebut. Sementara itu, Sofiandi menekankan
agar eksekutif memasukan dua jenis pajak dan retribusi daerah dalam
raperda perubahan perda pajak daerah kali ini.
Dua jenis pajak daerah dimaksud adalah
pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB), meskipun Banyuwangi telah memiliki perda khusus
mengatur PBB dan BPHTB tersebut.
“Petunjuk dari Kemenkeu, PBB dan BPHTB
perlu dimasukkan dalam raperda ini. Soal ada perda tersendiri yang
mengatur, ya monggo. Tetapi tetap harus dimasukkan dalam raperda ini
karena judulnya raperda pajak daerah,” kata dia. (radar)
Posting Komentar