Pajak Hiburan Bisa Naik 75 Persen

BANYUWANGI – Panitia Khusus (Pansus) Revisi Perda Pajak Daerah DPRD Banyuwangi tengah mengkaji kemungkinan peningkatan tarif pajak daerah di Bumi Blambangan. Peningkatan tersebut bisa diterapkan lantaran Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan tarif pajak daerah maksimal mencapai 75 persen.

Salah satu jenis pajak daerah yang berpotensi mengalami peningkatan tarif adalah pajak hiburan. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
Hiburan yang dimaksud meliputi semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Pada UU 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah tersebut diatur, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35 persen.

Khusus untuk hiburan berupa pergelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, kelab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen.
Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional tarif yang ditetapkan paling tingi sebesar sepuluh persen. Sementara itu, pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2011 tentang pajak daerah, tarif pajak hiburan, khususnya kontes kecantikan dan sejenisnya dikenakan tarif 35 persen.

Begitu pula dengan tarif pajak diskotek, kelab malam, dan sejenisnya, juga sebesar 35 persen. Tarif yang relatif ti nngi, yakni sebesar 35 persen juga dikenakan untuk panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran alias fitness center. Sedangkan tarif pajak karaoke “dipatok” sebesar 10 persen.
Selain itu, tarif pajak pertunjukan sirkus dan sulap sebesar 15 persen, permainan billiar 25 persen, serta pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan sebesar 15 persen.
Selain beberapa jenis pajak tersebut, tarif yang ditentukan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2011 sudah sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009. Contohnya pajak hotel sebesar sepuluh persen dan pajak restoran sebesar 10 persen.
Ketua Pansus Revisi Perda Nomor 28 Tahun 2009 DPRD Banyuwangi, Sofiandi Susiadi, mengatakan pihaknya telah melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait raperda tersebut.
Menurut dia, latar belakang pengajuan revisi perda oleh eksekutif adalah adanya pembatalan Mendagri.  “Tetapi intinya, pembatalan oleh Kemendagri itu dilakukan untuk menyesuaikan peraturan yang ada, juga untuk menyesuaikan dengan situasi keuangan daerah,” ujarnya kemarin (20/3).
Sofiandi menambahkan, pihak legislatif selama ini mendorong agar pendapatan asli daerah (PAD) terus meningkat. Nah, selain optimalisasi potensi pajak daerah yang selama ini belum ditarik, upaya peningkatan PAD juga diperlukan sokongan melalui perda).

“Jadi, asal tidak menabrak UU, tarif pajak daerah di Banyuwangi bisa dinaikkan,” kata politikus Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut. Sementara itu, Sofiandi menekankan agar eksekutif memasukan dua jenis pajak dan retribusi daerah dalam raperda perubahan perda pajak daerah kali ini.
Dua jenis pajak daerah dimaksud adalah pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), meskipun Banyuwangi telah memiliki perda khusus mengatur PBB dan BPHTB tersebut.
“Petunjuk dari Kemenkeu, PBB dan BPHTB perlu dimasukkan dalam raperda ini. Soal ada perda tersendiri yang mengatur, ya monggo. Tetapi tetap harus dimasukkan dalam raperda ini karena judulnya raperda pajak daerah,” kata dia. (radar)


Related

Sosial 9124206614068246314

Posting Komentar

News TerPopuler

IKLAN

Link Banner Link Banner Link Banner Link Banner
Link Banner
item