Smart Kampung Jadi Perhatian Jepang
https://banyuwanginews1.blogspot.com/2017/04/smart-kampung-jadi-perhatian-jepang.html
TOKYO – Program ”Smart Kampung” yang digagas Pemkab Banyuwangi, ternyata
tidak hanya menjadi perhatian warga Indonesia saja. Diam-diam, warga
Jepang dan beberapa negara Asia lainnya juga ikut memperhatikan program
pelayanan publik tingkat desa berbasis teknologi informasi (TI)
tersebut.
Perhatian warga Jepang itu
terlihat dalam paparan Bupati Abdullah Azwar Anas dalam Forum Tingkat
Tinggi (High Level Forum) Leadership Enhancement and Administrative
Development for Innovative Go vernance in Asia (Leading) di Tokyo Selasa
kemarin (25/4) yang mendapat sambutan luar biasa.
Dalam acara yang digelar Japan
International Cooperation Agency (JICA) dan The National Graduate
Institute for Policy Studies (GRIPS) itu, Anas menyampaikan paparan
beberapa program unggulan Pemkab Banyuwangi.
Program Smart Kampung salah satu program
yang disampaikan Anas. Program ini mendapat perhatian dari peserta
pertemuan dan Anas harus beberapa kali menjelaskan panjang lebar
program yang sudah dilaksanakan selama hampir satu tahun itu.
Anas hadir dalam pertemuan itu bersama
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal
Anwar Sanusi dan Guru Besar UI Prof Dr Eko Prasodjo. Dalam pertemuan
itu, Anas salah satu pembicara dari Indonesia dan Anas satu- satunya
kepala daerah dari Indonesia.
Pembicara lain adalah pemimpin daerah
dari Filipina, Jepang, Thailand, dan Vietnam. Anas menyampaikan,
sebagai kabupaten terluas di Pulau Jawa, jarak desa dan pusat kota di
Banyuwangi sangat jauh dengan waktu tempuh bisa mencapai tiga jam.
Warga yang butuh dokumen harus menuju
ke kantor kecamatan atau pusat kota yang lokasinya cukup jauh, sehingga
tidak efisien. ”Dengan Smart Kampung, secara bertahap administrasi
cukup diselesaikan di desa. Tapi tentu butuh TI karena yang berjalan
adalah datanya, bukan orangnya. Saat ini sudah sekitar 60 desa yang
sudah tersambung fiber optic. Kita targetkan 145 desa tersambung fiber
optic pertengahan 2018,” papar Anas.
Untuk menjawab tantangan pengelolaan
keuangan desa yang mendapatkan dana besar dari APBN dan APBD, Banyuwangi
mengembangkan e-village bud geting dan e-monitoring system. Perencanaan
hingga pelaporan di tingkat desa terintegrasi dalam sebuah sistem.
”Misalnya monitoring, setiap proyek
terpantau di sistem lengkap dengan titik koordinatnya. Tinggal diklik,
keluar gambar proyeknya dari 0 sampai 100 persen,” jelas Anas. Untuk
mempercepat pelayanan di tingkat desa, Anas menyampaikan telah
mendelegasikan kewenangannya ke desa. Misalnya, pembenahan rumah tidak
layak huni.
”Dulu itu harus bupati yang tanda
tangani suratnya, sehingga rentangnya panjang. Sekarang cukup di tingkat
desa,” ujarnya. Anas mengungkapkan, JICA dan GRIPS mengundang
Banyuwangi karena menilai kabupaten ini mampu melakukan percepatan
pelayanan dan pembangunan daerah, meski sebelumnya mempunyai banyak
tantangan, terutama keterbatasan SDM dan infrastruktur.
Tantangan yang dihadapi Banyuwangi
berbeda dengan kota besar yang sudah jauh lebih mapan sebelumnya. ”Kita
punya banyak keterbatasan, tapi tidak boleh pasrah. Pokoknya harus
gerak, melakukan hal-hal yang bisa dilakukan. Mulai pelayanan publik,
tata kelola desa,” kata Anas Menurut Anas, forum itu juga bagian dari
penjajakan Jepang untuk mengetahui lebih dalam tentang berbagai potensi
kemitraan yang bisa dijalin dengan berbagai daerah di Asia.
”Jepang selama ini lebih banyak membantu
Indonesia soal pembangunan infrastruktur. Mereka ingin mulai membantu
penguatan birokrasi. Forum ini digunakan untuk menjajaki itu. Tentu ini
kesempatan bagi Banyuwangi jika Jepang bersedia membantu program
pengembangan di daerah kami,” papar Anas. (radar)
Posting Komentar